Selamat datang dan belajar sesuatu dari kehidupan saya ini

Terimakasih karena telah sudi mampir di blog saya yg sederhana ini,silahkan komen ataupun sekedar say hai,itupun sudah terlalu mewah buat seorang saya.

teriring doa untuk kesejahteraan kita bersama

-didot-
Tampilkan postingan dengan label boleh nyomot. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label boleh nyomot. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Desember 2009

oh i like this one so much, especially bagian naik haji vs merokok. bagi yg masih merokok saat ini.... quit now,do better things for others and yourself:)

Stop Smoking , Believe it or Not ?



Sebuah fakta yang sangat mencengangkan saat kami mencoba menghitung kerugian yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok. Ternyata, kerugian merokok bukan hanya terkait masalah kesehatan, akan tetapi mencakup ekonomi,politik, agama dan seterusnya.

Ceritanya bermula saat mengisi program Skill training “Leadership Management” di salah satu dealer otomotif di Jakarta yang diikuti sekitar 30 peserta beberapa waktu lalu.

Setelah acara pembukaan selesai dan acara training dimulai, tiba-tiba kami dikagetkan dengan suasana ruang yang full AC itu berubah menjadi panas dan sumpek.

Penyebabnya tak lain adalah asap rokok yang menyembur dari mulut para peserta. Kami coba perhatikan setiap wajah peserta. Ternyata tak kurangdari 70% peserta asyik merokok, tanpa merasa bersalah sedikitpun. Coba bayangkan berapa jumlah asap rokok yang diproduksi saat itu di dalam ruang tertutup full AC itu.

Setelah menyampaikan pengantar training yang akan memakan waktu tiga hari tersebut, sejenak kami berhenti danberfikir bagaimana cara menyetop mereka yang sedang menikmati nikotinyang sangat berbahaya itu.

Bahayanya bukan hanya bagi kesehatan para pelakunya, akan tetapi, bagi para perokok pasif (yang tidak ikutmerokok dan mencium asap rokok yang keluar dari rongga para perokok) akan lebih berbahaya lagi. Begitulah hasil penelitian para ahli kesehatan masa kini.

Awalnya kami merasa agak sulit menyetop mereka merokok, khususnya dalam ruang acara training, karena team training kami lupa mencantumpkan tidak boleh merokok dalam tatib acara selama training berlangsung.

Setelah merenung sejenak, timbul ide untuk mencari tips efektif untuk menyetop mereka merokok. Akhirnya terpikir untuk mengangkat dan memaparkan fakta negatif para perokok yang mungkin saja mereka belum mengetahui dan menyadarinya.

Kami teringat pada email seorang sahabat terkait dengan fakta negatif bagi para perokok. Fakta tersebut bukan terkait dengan masalah kesehatan, akan tetapi terkait dengan ekses negetaif ekonomi dan politik yang ditimbulkan oleh perilaku buruk merekok. Karena mereka mayoritasnya para pegiat politik, kami yakin mereka akan antusias mendengarkan apa yang akan kami sampaikan.

Sebelum menyampaikan fakta-fakta tersebut kami memulainya dengan ungkapan,

Para hadirin sekalian . Sebelum kita mulai acara training ini, ada masalah politik besar yang terjadi dalam ruangan ini yang akan menghambat acara ini, dan kemungkinan besar bisa gagal.”

Mendengar ungkapan itu, mereka terlihat mulai serius dan menujukan pandangannya pada kami. Lalu, kami lanjutkan, “Masalah tersebut adalah ROKOK”.

Peserta pun terdiam. Lalu kami lanjutkan lagi,

Kalau masalah ini tidak bisa kita selesaikan, kami usulkan salah satu dari dua pilihan, kendati keduanya pahit; yaitu para peserta training yang ingin merokok silahkan di luar ruang ini. Atau, kalau para peserta tetap ingin merokok dalam ruang ini, kami akan keluar dari ruang ini, nanti setelah tidak ada lagi yang merokok baru kami masuk lagi ke ruang ini. Kalau ada yang merokok, kami akan keluar lagi, kendati yang merokok hanya satu orang."

" Namun,sebelum pilhan itu kita ambil, berikan kami waktu sejenak untuk menyampaikan beberapa fakta berikut terkait dengan bapak-bapak yang suka merokok.

Adapun fakta-fakta yang dimaksudkan ialah :

Total penduduk dunia 6.5 Milyar.Total Muslim dunia 1.3 Milyar.Total perokok di dunia 1.15 Milyar.

Total Muslim yang merokok tidak kurang dari : 400 juta orang dan 140 juta orang adalah kaum Muslimin di Indonesia.

Produser rokok terbesar di dunia adalah Phillip Morris yang juga merupakan perusahaan orang Yahudi.

Donasi Phillip Morris kepada Israel adalah 12% dari profit yang mereka raih.

Kalau kaum Muslimin yang merokok menghabiskan satu bungkus/hari, berarti mereka membakar 400 juta bungkus rokok/hari.

Kalau harga rokok rata-rata $ 1.00/bungkus, berarti konsumsi mereka untuk rokok $ 400 juta/hari.

Kalau 50% kaum Muslimin yang merokok membeli produk Philip Morris, berarti mereka menghisap 200 juta bungkus rokok produk Philip Morris/hari.
Total dana kaum Muslim yang masuk ke Morris sekitar $200 juta/hari.

Rata- rata keuntungan rokok produk Philip Morris : 10% /bungkus.
Berarti profit Philip Morris dari belanja rokok kaum Muslimin $ 20 juta/hari.
Dengan demikian, kamu Muslim yang merokok menyumbang ke Israel $ 2.4 juta/hari dan $ 28.8 juta/tahun atau $ 288 juta/10 tahun

Ini fakta terkait dengan sumbangan para hadirin dan kaum Muslilimin lain di dunia kepada negera Yahudi.

Bayangkan, mereka membakar uang sebanyak $ 400 juta/hari, sambil merusak diri sendiri (kesehatan sendiri) serta menyumbang pula ke Israel.

Padahal menurut para Mujahidin Palestina, untuk memerdekakan Palestina dan Masjid Aqsha dari penjajahan bangsa Yahudi diperlukan dana $ 500 juta/tahun.

Sedangkan Anda habiskan untuk belanja rokok saja $ 400 juta/hari, atau sekitar $4.8 Milyar / tahun?

Apakah ini perbuatan yang bisa diterima akal sehat?
Apakah perbuatan ini tidak akan memancing murka Allah?
Dana yang Anda habiskan untuk merokok akan lebih baik digunakan kepada hal-hal yang bermanfaat lainnya; di antaranya tabungan untuk menunaikan ibadah haji misalnya.

Jika Anda menabung setiap hari senilai satu bungkus rokok, atau sekitar Rp 10,000 maka uang Anda akan terkumpul sebanyak Rp 300.000/bulan, atau sekitar Rp 3.6 juta pertahun.Dalam sepuluh tahun Anda akan mampu menunaikan ibadah Haji yang biayanya tahun ini hanya sekitar Rp 35 juta.

Kalau Anda merokok selama 30 tahun, berarti Anda mampu berangkat haji dan dengan dua orang anggota keluarga yang lain.

Lalu Anda katakan,saya belum bisa menunaikan ibadah haji karena Allah belum memberi Anda rezeki yang cukup.

Faktanya adalah, Anda dengan sengaja membakar setiap hari sebagian rezki yang Allah berikan itu dan digunakan untuk merusak diri sendiri, orang-orang lain di sekitar Anda. Dan lebih miris lagi,secara tidak sadar Anda menyumbang kepada Israel yang sedang mencaplok tempat suci Anda sendiri dan setiap hari membunuh saudara-saudara Anda di Palestina?

Believe it or Not?

Anda percaya atau tidak?
Mereka serempak menjawab, “Percaya!”

Setelah mendengarkan fakta-fakta tersebut, Alhamdulillah, para peserta sepakat untuk tidak merokok di dalam ruang training dan bahkan sebagian besarnya berjanji untuk meninggalkan rokok secara bertahap.

Akhirnya training dapat berjalan dengan baik tanpa gangguan asap rokok para peserta sampai training selesai.

Pada acara penutupan training, tiba-tiba kami dikagetkan dengan lima orang peserta sebagai utusan para peserta training yang maju kedepan untuk menyampaikan pesan dan kesan selama mengikitu acara training.

Yang menarik adalah, mereka bukan menyampaikan kritik, saran atau kesan. Melainkan membacakan sumpah dan komitmen untuk berhenti merokok selama-lamanya.

Inilah hasil spiritual training yang nyata, kata mereka. Mereka mengaku, selama ini merokok karena belum mengetahui begitu besar mudarat yang ditimbulkan kebiasaan merokok, sambil mengatakan,

Sekarang saatnya kita bangun spiritual kita bebas dari rokok dan berhenti merokok adalah pintu masuk dunia spiritual yang lebih dalam dan lebih kongkrit”, ungkap mereka.


Selamat berhenti merokok bapak-bapak.
Semoga senantiasa mendapat ridha-Nya. Amin

Djodi Ismanto

Selasa, 27 Oktober 2009

Indonesia banget??

indonesia banget?

by : didot (www.universitas-kehidupan.blogspot.com )


Ini cerita2 yg menggambarkan mental orang Indonesia banget, humph… rada sedih juga sih sebenernya,tapi gapapa deh , menertawakan diri sendiri terkadang lucu juga kok. Mungkin ini sebabnya di Indonesia udah jarang ada lagi restoran yg refill minuman terus2an ya?? Dulu juga di mac donalds indo pernah bikin program refill minum yg akhirnya juga terpaksa dihentikan ( I can imagine why:D ). Tapi beneran deh ya , emang mental orang kita itu gak mau rugi banget,kalo bisa semuanya gratis gitu lho…tul gak??

So guys,here it is, laugh it out loud;p



TUKANG CUKUR

Ada seorang tukang cukur tua yang baik hati disebuah kota di United States .
Suatu hari seorang penjual bunga datang kepadanya untuk memotong rambut. Selesai potong rambut,dia bermaksud membayar tetapi tukang cukur menjawab : "Maaf, saya tidak dapat menerima uang darimu. Saya melakukan pelayanan". Si penjual bunga sangat gembira dan meninggalkan tukang cukur tersebut. Pada keesokan paginya, ketika si tukang cukur membuka toko, ada sebuah kartu ucapan terimakasih dan selusin bunga mawar yang telah menanti di depan pintu. Seorang polisi datang untuk potong rambut dan dia pun bermaksud membayar setelah selesai dipotong rambutnya. Tetapi, si tukang cukur pun menjawab : "Maaf, saya tidak dapat menerima uang darimu. Saya melakukan pelayanan". Si polisi pun sangat gembira dan meninggalkan tukang cukur tersebut. Pada keesokan paginya,ketika si tukang cukur membuka toko, ada sebuah kartu ucapan terimakasih dan selusin donat yang telah menanti didepan pintu. Dihari berikutnya datanglah seorang software engineer dari Indonesia untuk potong rambut, ketika dia hendak membayar, si tukang cukur pun menjawab : "Maaf, saya tidak dapat menerima uang dari mu. Saya melakukan pelayanan". Si software engineering dari Indonesia pun amat sangat gembira dan meninggalkan tukang cukur tersebut. Pada keesokan paginya, ketika si tukang cukur membuka toko, .. coba tebak !!! apa yang tukang cukur temukan di depan intu ?????????? Dapatkah kamu menebaknya ??????????? Apakah kamu belum tau jawabannya?? ????????? ? Ayo.Berfikirlah seperti orang indonesia ......!!!!!! Ok!!!!!OK!!! !!!!!!!!! !!! Selusin orang Indonesia telah menunggu untuk potong rambut GRATIS !!!!!!!!!

Hahahahahahaha*dasar ya ,orang indonesia gak bisa banget kalo denger kata gratis:D

Dan satu lagi nih cerita soal gak mau rugi :


Bisa direimburse

Seorang pria ditemani seorang wanita mendatangi ruang praktek dokter.
‘ Ada yang bisa saya bantu?', tanya si dokter. 'Dok', sahut si pria, 'Tolong dokter perhatikan sementara kami melakukan seks, nanti tolong beritahu apa ada yang salah' Meskipun agak heran, si dokter setuju. Pasangan itu melepas pakaian dan mulai melakukan seks di depan sang dokter. Sesudahnya dokter itu berkata, 'Hm...tak ada yang salah dengan kalian'. Mereka membayar, lalu beranjak pergi. Minggu depannya pasangan itu muncul lagi, dan kembali meminta dokter melakukan hal yang sama. Tidak ada kelainan. Mereka membayar dan pergi. Ketika minggu ketiga mereka muncul lagi, si dokter berkata, 'Saya tidak habis pikir. Kan sudah saya bilang tak ada problem yang saya temukan, kenapa Anda berdua masih mendatangi saya?' Dengan malu-malu si pria berkata, 'Ehm...sebenarnya begini Dok. Dia ini selingkuhan saya. Kami nggak mungkin melakukannya di rumah masing-masing. Trus kalo di hotel kena 300 ribu. Di sini kami Cuma bayar 150 ribu, dan bisa di-reimburse lagi kwitansinya ke HRD'.

Hahahahahahaha… ini orang kreatif banget ya?? *geleng2 kepala dengan kecerdasannya ,tapi juga ngurut dada memikirkan kelakuannya.

Sekian dan terimakasih

Selamat tertawa terpingkal2 dan guling2 menertawakan ke-indonesiaan bangsa kita:D

-didot-

N.B : oh ya sedikit tentang tukang cukur , mereka ini adalah pekerjaan yg sangat mulia dan ditakuti lho sebenarnya ,bayangin aja mana ada lagi pekerjaan yg bisa menyuruh seorang kepala negara alias presiden buat nunduk kecuali dia tukang cukurnya si presiden?? wkwkwkwkwk

Sabtu, 05 September 2009

4 harta yg tidak disadari manusia

4 Harta Yang Tidak Disadari Manusia


By ivan (http://isinyaapaaja.blogspot.com)

-isi ada sedikit modifikasi karena diambil dari kaskus atas seijin pemiliknya kok-



Tahukah kamu bahwa manusia punya harta yang sudah kita lupakan??

Eh, ngeyel masih nanya, gak percaya??, kalo gak percaya, liat aja dibawah ini....

Spoiler for Harta 1:



Spoiler for Harta 2:




Spoiler for Harta 3:



Spoiler for Harta 4:









Nah, anda semua punya kan yang diatas??

Nah, bandingkan dengan yang dibawah ini
Spoiler for Yang pertama:




Spoiler for Yang kedua:







Spoiler for Yang ketiga:




Spoiler for Yang keempat:










Udah liat lo (iya, elo, semua yang lagi baca tulisan gw ini, masa' monyet Ragunan sih?? )??

Maksud gw kita "melupakan" itu adalah kita seringkali mempunyai badan yang lengkap dan sempurna tapi kita tidak mensyukurinya, ya kan?? Kita masih sering mengeluh (misalnya aduh, idung gw pesek nih, pengen operasi ah, atau aduh, keknya tangan gw kurang putih nih, besok operasi ah dll)

Tahukah lo bahwa sikap itu artinya lo sudah tak mensyukuri apa yang sudah diberi Tuhan pada lo??

Mikirnya gini deh, misalnya lo buta, trus suatu hari ada orang yang akan mendonorkan matanya ke lo, gimana perasaan lo?? Pasti seneng banget dong, akhirnya lo bisa melihat indahnya dunia ini

Ato misalnya lo adalah orang paling cantik/ganteng, dan suatu hari lo mengalami kecelakaan yang mengakibatkan lo buta/bisu/pincang dll, gimana perasaan lo?? Kehilangan kan??

Nah, maksud gw disini adalah, gw pengen berbagi, betapa seringkali kita ini sangat tidak puas pada diri kita, padahal masih jauh lebih banyak orang diluar sana yang keadaannya lebih memprihatinkan dari kita

Maka dari itu, gw pengen mengingatkan dan memberitahukan, sesungguhnya kita ini punya harta yang tidak kita sadari adanya, maka masihkah kita bersikap acuh tak acuh??

Jumat, 28 Agustus 2009

status fesbuk temen


ini status FBnya temen gw ,asli ngakak banget pas baca ini... jadi penasaran juga sih helmnya kayak gimana ya??:D

mayan nih buat inspirasi pasang stiker2,hehehe

Senin, 24 Agustus 2009

Jodoh

JODOH by Ustadzah Herlini

Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, supaya muncul suatu ketenangan, kesenangan, ketentraman, kedamaian dana kebahagiaan. Hal ini tentu saja menyebabkan setiap laki-laki dan perempuan mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia, apalagi pernikahan itu merupakan ketetapan Ilahi dan dalam sunnah Rasul ditegaskan bahwa “ Nikah adalah Sunnahnya”. Oleh karena itu Dinul Islam mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara laki-laki dan perempuan dan selanjutnya mengarahkan pertemuan tersebut sehingga terlaksananya suatu pernikahan.
Namun dalam kenyataannya, untuk mencari pasangan yang sesuai tidak selamanya mudah. Hal ini berkaitan dengan permasalahan jodoh. Memang perjodohan itu sendiri suatu hal yang ghaib dan sulit diduga, kadang-kadang pada sebagian orang mudah sekali datangnya, dan bagi yang lain amat sulit dan susah. Bahkan ada kalanya sampai tua seseorang belum menikah juga.

Fenomena beberapa tahun akhir-akhir ini, kita melihat betapa banyaknya muslimah-muslimah yang menunggu kedatangan jodoh, sehingga tanpa terasa usia mereka semakin bertambah, sedangkan para pemuda muslimnya, bukannya tidak ada, mereka secara ma’isyah belum berani maju untuk melangkahkan kakinya menuju mahligai rumah tangga yang mawaddah wa rohmah. Kekhawatiran jelas tampak, ditengah-tengah perekonomian yang semakin terpuruk, sulit bagi mereka untuk memutuskan segera menikah.

Dampaknya kaum muslimah semakin membludak, usia mereka pelan namun pasti beranjak semakin naik. Di sisi lain, ketika para pemuda sudah menyiapkan dirinya untuk menikah, tentu saja mereka memilih pasangan yang usianya jauh di bawah mereka. Sehingga kaum muslimah yang usianya di atas mereka agak ‘kesulitan’ menemukan pasangan hidup.

Bila kita melihat pada masa kenabian, Rasulullah saw menganjurkan pernikahan dan mengingkari pembujangan, dengan berusaha menyegerakan pernikahan anak laki-laki dan anak perempuan, begitu juga dengan para sahabat yang berusaha mengawinkan para janda. Sehingga permasalahan pernikahan tidak ada lagi karena pemerintah Islam pada masa itu membantu urusan pernikahan rakyatnya.

Dari nash-nash yang ada, maka terlihat bahwa dalam mencari jodoh, tidaklah dibeban kepada orang yang bersangkutan saja, berbagai pihak ikut terlibat, kita perhatikan dalam surat an-Nur 32 :

Dan kawinkanlah orang-orang-orang sendirian (lajang) di antara kamu dan orang-orang yang layak (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya).

Dalam siroh kita menemukan bagaimana Rasulullah saw berusaha menyegerakan pernikahan anak laki-laki sebagai mana yang diriwayatkan dari Abdul Muththalib bin Rabi’ah bin al-Harits : Rasulullah berkata kepada Mahmiyah (seorang ayah yang bekerja mengurus rampasan perang dan memiliki anak perempuan) ……kawinkanlah anak ini (al-Fadhl bin Abbas) dengan putrimu……lalu iapun menikahkannya.

Rasulullah bahkan pernah mengusulkan pada Fatimah binti Qais dengan ucapan beliau : Kawinlah dengan Usamah. Fatimah menuruti saran Rasulullah dan mengakui bahwa setelah menikah dengan Usamah. Ia merasakan Allah memberinya kebaikan dan kesenangan dengan pernikahan tersebut (HR. Muslim).

Tentu saja yang memilihkan pasangan mencari yang terbaik dan yang sholeh. Sebab Islam menganjurkan untuk memilih pasangan yang baik terlebih dahulu. Islam meletakkan landasan dasar dalam memilih pasangan yakni mengutamakan faktor agama dan akhlak. Dampak negatif kelak akan muncul apabila pemilihan pasangan hanya berdasarkan materi, kedudukan dan penampilan lahiriyah saja.

Dalam QS. An-Nur:26 Allah berfirman : Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula.

Rasulullah SAW telah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ingin menikah supaya benar-benar memegang prinsip utama, yaitu memilih pasangan berdasarkan agama dan akhlak, sehingga masing-masing pihak dapat melaksanakan kewajibannya secara sempurna di dalam pembinaan keluarga dan kebahagiaan serta keharmonisan keluarga kelak akan dapat diwujudkan. Dalam hadis yang diriwayat kan oleh Ath-Thabrani, Nabi SAW bersabda :

Barang siapa yang menikahi seorang wanita karena kemuliaannya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain dari pada kehinaan. Barangsiapa menikah karena hartanya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain dari pada kemiskinan, barang siapa menikah karena kedudukannya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain dari pada kerendahan. Dan barang siapa menikahi seorang wanita hanya karena ia menginginkan dengan wanita itu untuk menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya atau menyambungkan ikatan kekeluargaannya, maka Allah akan memberkahinya pada wanita itu dan akan memberkahi wanita itu padanya.

Untuk mencari solusinya, dengan tetap berpegangan kepada syariat Islam yang memang diturunkan untuk kemashlahatan manusia, beberapa kiat mencari jodoh dapat dilakukan :
1. Yang paling utama dan lebih utama adalah memohonkannya pada Sang Khalik, karena Dialah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan (QS.4:1). Permohonan kepada Allah SWT dengan meminta jodoh yang diridhoiNya, merupakan kebutuhan penting manusia karena kesuksesan manusia mendapatkan jodoh berpengaruh besar dalam kehidupan dunia dan akhirat seseorang.
2. Melalui mediator, antara lain :
a. Orang tua. Seorang muslimah dapat meminta orang tuanya untuk mencarikannya jodoh dengan menyebut kriteria yang ia inginkan. Pada masa Nabi SAW, beliau dan para sahabat-sahabatnya segera menikahkan anak perempuan. Sebagaimana cerita Fatimah binti Qais, bahwa Nabi SAW bersabda padanya : Kawinlah dengan Usamah. Lalu aku kawin dengannya, maka Allah menjadikan kebaikan padanya dan keadaanku baik dan menyenangkan dengannya(Hr.Muslim).
b. Guru ngaji (murobbiyah).Jika memang sudah mendesak untuk menikah, seorang muslimah tidak ada salahnya untuk minta tolong kepada guru ngajinya agar dicarikan jodoh yang sesuai dengannya. Dengan keyakinan bahwa jodoh bukanlah ditangan guru ngaji. Ini adalah salah satu upaya dalam mencari jodoh.
c. Sahabat dekat. Kepadanya seorang muslimah bisa mengutarakan keinginannya untuk dicarikan jodoh. Sebagai gambaran, kita melihat perjodohan antara Nabi SAW dengan Khadijah ra. Diawali dengan ketertarikan Khadijah ra kepada pribadi beliau yang pada saat itu berstatus karyawan pada perusahan bisnis yang dipegang oleh Khadijah ra. Melalui Nafisah sebagai mediatornya akhirnya Nabi SAW menikahi Khadijah ra..
d. Biro Jodoh. Biro jodoh yang Islami dapat memenuhi keinginan seorang muslimah untuk menikah. Dikatakan Islami karena prosedur yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Salah satu diantaranya adalah Club Ummi Bahagia.

3. Langsung, dalam arti calon sudah dikenal terlebih dahulu dan ia berakhlak Islami menurut kebanyakan orang-orang yang dekat dengannya (temannya atau pihak keluarganya). Namun pacaran tetap dilarang oleh Islam. Jika masing-masing sudah cocok maka segera saja melamar dan menikah. Kadang kala yang tertarik lebih dahulu adalah muslimahnya, maka ia dapat menawarkan dirinya kepada laki-laki saleh yang ia senangi tersebut (dalam hal ini belum lazim ditengah-tengah masyarakat kita). Seorang sahabiat pernah datang kepada Nabi SAW dan menawarkan dirinya pada beliau. Maka seorang wanita mengomentarinya :Betapa sedikit rasa malunya… Ayahnya yang mendengar komentar putrinya itu menjawab :Dia lebih baik dari pada kamu, dia menginginkan Nabi SAW dan menawarkan dirinya kepada beliau.


Sebuah cerita bagus dikemukakan oleh Abdul Halim Abu Syuqqoh pengarang buku Tahrirul Mar’ah, bahwa ada seorang temannya yang didatangi oleh seorang wanita untuk mengajaknya menikah. Temannya itu merasa terkejut dan heran, maka wanita itu bertanya : “Apakah aku mengajak anda untuk berbuat haram? Aku hanya mengajak anda untuk kawin sesuai dengan sunnah Allah dan RasulNya”. Maka terjadilah pernikahan setelah itu.
Semua upaya tersebut hendaknya dilakukan satu persatu dengan rasa sabar dan tawakal tidak kenal putus asa. Disamping itu seorang muslimah sambil menunggu sebaiknya ia mengaktualisasikan kemampuannya. Lakukan apa yang dapat dilakukan sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan dakwah. Jika seorang muslimah kurang pergaulan, bagaimana ia dapat mengenal orang lain yang ingin menikahinya. Barangkali perlu mengadakan evaluasi terhadap kriteria pasangan hidup yang ia inginkan. Bisa jadi standar ideal yang ia harapkan menyebabkan ia terlalu memilih-milih. Menikah dengan orang hanif (baik keagamaannya) merupakan salah satu alternatif yang perlu diperhatikan sebagai suatu tantangan dakwah baginya.

Akhirnya, semua usaha yang telah dilakukan diserahkan kembali kepada Allah SWT. Ia Maha Mengetahui jalan kehidupan kita dan kepadaNyalah kita berserah diri. Wallahu A”lam bishowab.

Minggu, 20 Juli 2008

Islam Rahmatan Lil alamin

nyolong dari internet nih,tulisannya bayu gautama. bagus banget deh guys...


Salam Sejahtera bagi Pak Muslim Adzan maghrib berkumandang, waktu berbuka puasa pun tiba. Tapi sore itu saya masih berada di angkot, duduk di pojok berhadapan dengan lelaki paruh baya. Lelaki itu, serta merta mengeluarkan sebuah minuman kemasan rasa jeruk dari dalam tasnya. Untuknya berbuka puasa, piker saya. Tapi ternyata, "Silahkan berbuka, sudah masuk
waktunya," sambil menyodorkan minuman itu ke arah saya. Belum sempat saya menolaknya, ia sudah mengeluarkan beberapa gelas minuman kemasan yang sama, kemudian dibagikan kepada seluruh penumpang dalam angkot,termasuk seorang mahasiswa di sebelahnya. Mahasiswa itu, seorang non muslim. Dengan sangat sopan ia menolak pemberian lelaki paruh baya itu. "Saya bukan muslim, saya tidak berpuasa, terima kasih," ujarnya sopan. Lelaki itu tak mau kalah, ia tetap menyodorkan minuman itu, dan, "Ini bulan berkah,
keberkahan puasa bukan hanya untuk kami yang muslim, bahkan juga untuk orang diluar muslim," kata-kata itu teramat menyentuh batin saya, dan saya yakin juga bagi mahasiswa itu. "Nama saya Muslim" begitu ia memperkenalkan dirinya kepada saya. Nama yang sangat mewakili perbuatannya. Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, dan seorang muslim semestinya menjadi rahmat bagi semua orang, tidak terkecuali. Seorang muslim ialah yang senantiasa menebar kasih sayang kepada sesama, tak peduli ia berbeda agama. Dan Pak Muslim telah mengajarkan langsung kan hal-hal yang selama ini masih sering menjadi materi dasar di berbagai pengajian dan forum keagamaan yang kita ikuti. Pak Muslim bukan seorang ustadz, bukan ulama, dia juga tidak banyak berbicara di atas mimbar, di televisi, tapi apa yang baru saja dilakukannya di hadapan saya, jauh lebih
mengagumkan dari sekadar kata-kata indah yang terumbar di berbagai mimbar dan corong pengeras suara. Sungguh saya malu, terlalu sering berbicara dan tak berupaya mengimbanginya dengan amal nyata. Kalau mau dihitung, sedikit sekali yang sudah saya kerjakan untuk membuktikan betapa Islam itu benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam, bagi
semua umat, tidak terkecuali. Jati diri seorang muslim bukan ditunjukkan dengan simbol, bendera dan kata-kata. Sesungguhnya, jati diri itu tertanam dalam jiwa yang kemudian tercermin dalam perilaku dan perbuatannya sehari-hari. Pakaian yang kita kenakan hanya menunjukkan fisik kemusliman kita, tapi kesejatian seorang muslim lebih dipancarkan dari
kebaikan-kebaikan yang kita kerjakan. Pakaian seorang muslim yang sebenarnya, adalah
kata-kata baik penuh hikmah dan perbuatan yang mengandung keberkahan bagi siapa saja, tidak terkecuali. Nama saya bukan Muslim, tapi saya seorang muslim. Semoga saya bisa seperti Pak Muslim.

Bayu Gawtama

great love story

ini kisah cintanya mantap banget buat pelajaran semua orang. enjoy :

Ketika Derita Mengabadikan Cinta

"Kini tiba saatnya kita semua mendengarkan nasihat pernikahan untuk kedua mempelai yang akan disampaikan oleh yang terhormat Prof. Dr. Mamduh Hasan Al-Ganzouri . Beliau adalah Ketua Ikatan Dokter Kairo dan Dikrektur Rumah Sakit Qashrul Aini, seorang pakar syaraf terkemuka di Timur Tengah, yang tak lain adalah juga dosen kedua mempelai. Kepada Professor dipersilahkan. .."

Suara pembawa acara walimatul urs itu menggema di seluruh ruangan resepsi pernikahan nan mewah di Hotel Hilton Ramses yang terletak di tepi sungai Nil, Kairo. Seluruh hadirin menanti dengan penasaran, apa kiranya yang akan disampaikan pakar syaraf jebolan London itu. Hati mereka menanti-nanti mungkin akan ada kejutan baru mengenai hubungan pernikahan dengan kesehatan syaraf dari professor yang murah senyum dan sering nongol di televisi itu.

Sejurus kemudian, seorang laki-laki separuh baya berambut putih melangkah menuju podium. Langkahnya tegap. Air muka di wajahnya memancarkan wibawa. Kepalanya yang sedikit botak, meyakinkan bahwa ia memang seorang ilmuan berbobot. Sorot matanya yang tajam dan kuat, mengisyaratkan pribadi yang tegas. Begitu sampai di podium, kamera video dan lampu sorot langsung shoot ke arahnya.

Sesaat sebelum bicara, seperti biasa, ia sentuh gagang kacamatanya, lalu... Bismillah, alhamdulillah, washalatu was salamu'ala Rasulillah, amma ba'du. Sebelumnya saya mohon ma'af , saya tidak bisa memberi nasihat lazimnya para ulama, para mubhaligh dan para ustadz. Namun pada kesempatan kali ini perkenankan saya bercerita... Cerita yang hendak saya sampaikan kali ini bukan fiktif belaka dan bukan cerita biasa. Tetapi sebuah pengalaman hidup yang tak ternilai harganya, yang telah saya kecap dengan segenap jasad dan jiwa saya. Harapan saya, mempelai berdua dan hadirin sekalian yang dimuliakan Allah bisa mengambil hikmah dan pelajaran yang dikandungnya. Ambilah mutiaranya dan buanglah lumpurnya. Saya berharap kisah nyata saya ini bisa melunakkan hati yang keras, melukiskan nuansa-nuansa cinta dalam kedamaian, serta menghadirkan kesetiaan pada segenap hati yang menangkapnya.

Tiga puluh tahun yang lalu ... Saya adalah seorang pemuda, hidup di tengah keluarga bangsawan menengah ke atas. Ayah saya seorang perwira tinggi, keturunan "Pasha" yang terhormat di negeri ini. Ibu saya tak kalah terhormatnya, seorang lady dari keluarga aristokrat terkemuka di Ma'adi, ia berpendidikan tinggi, ekonom jebolan Sorbonne yang memegang jabatan penting dan sangat dihormati kalangan elit politik di negeri ini.

Saya anak sulung, adik saya dua, lelaki dan perempuan. Kami hidup dalam suasana aristokrat dengan tatanan hidup tersendiri. Perjalanan hidup sepenuhnya diatur dengan undang-undang dan norma aristokrat. Keluarga besar kami hanya mengenal pergaulan dengan kalangan aristokrat atau kalangan high class yang sepadan! Entah kenapa saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini. Saya merasa terkukung dan terbelenggu dengan strata sosial yang didewa-dewakan keluarga. Saya tidak merasakan benar hidup yang saya cari. Saya lebih merasa hidup justru saat bergaul dengan teman-teman dari kalangan bawah yang menghadapi hidup dengan penuh rintangan dan perjuangan.

Hal ini ternyata membuat gusar keluarga saya, mereka menganggap saya ceroboh dan tidak bisa menjaga status sosial keluarga. Pergaulan saya dengan orang yang selalu basah keringat dalam mencari pengganjal perut dianggap memalukan keluarga. Namun saya tidak peduli.

Karena ayah memperoleh warisan yan sangat besar dari kakek, dan ibu mampu mengembangkannya dengan berlipat ganda, maka kami hidup mewah dengan selera tinggi. Jika musim panas tiba, kami biasa berlibur ke luar negri, ke Paris, Roma, Sydney atau kota besar dunia lainnya. Jika berlibur di dalam negeri ke Alexandria misalnya, maka pilihan keluarga kami adalah hotel San Stefano atau hotel mewah di Montaza yang berdekatan dengan istana Raja Faruq.

Begitu masuk fakultas kedokteran, saya dibelikan mobil mewah. Berkali-kali saya minta pada ayah untuk menggantikannya dengan mobil biasa saja, agar lebih enak bergaul dengan teman-teman dan para dosen. Tetapi beliau menolak mentah-mentah. "Justru dengan mobil mewah itu kamu akan dihormati siapa saja" tegas ayah. Terpaksa saya pakai mobil itu meskipun dalam hati saya membantah habis-habisan pendapat materialis ayah. Dan agar lebih nyaman di hati, saya parkir mobil itu agak jauh dari tempat kuliah.

Ketika itu saya jatuh cinta pada teman kuliah. Seorang gadis yang penuh pesona lahir batin. Saya tertarik dengan kesederhanaan, kesahajaan, dan kemuliaan ahlaknya. Dari keteduhan wajahnya saya menangkap dalam relung hatinya tersimpan kesetiaan dan kelembutan tiada tara. Kecantikan dan kecerdasannya sangat menajubkan. Ia gadis yang beradab dan berprestasi, sama seperti saya.

Gayung pun bersambut. Dia ternyata juga mencintai saya. Saya merasa telah menemukan pasangan hidup yang tepat. Kami berjanji untuk menempatkan cinta ini dalam ikatan suci yang diridhai Allah, yaitu ikatan pernikahan. Akhirnya kami berdua lulus dengan nilai tertinggi di fakultas. Maka datanglah saat untuk mewujudkan impian kami berdua menjadi kenyataan. Kami ingin memadu cinta penuh bahagia di jalan yang lurus. Saya buka keinginan saya untuk melamar dan menikahi gadis pujaan hati pada keluarga. Saya ajak dia berkunjung ke rumah. Ayah, ibu, dan saudara-saudara saya semuanya takjub dengan kecantikan, kelembutan, dan kecerdasannya. Ibu saya memuji cita rasanya dalam memilih warna pakaian serta tutur bahasanya yang halus.

Usai kunjungan itu, ayah bertanya tentang pekerjaan ayahnya. Begitu saya beritahu, serta merta meledaklah badai kemarahan ayah dan membanting gelas yang ada di dekatnya. Bahkan beliau mengultimatum: Pernikahan ini tidak boleh terjadi selamanya! Beliau menegaskan bahwa selama beliau masih hidup rencana pernikahan dengan gadis berakhlak mulia itu tidak boleh terjadi. Pembuluh otak saya nyaris pecah pada saat itu menahan remuk redam kepedihan batin yang tak terkira.

Hadirin semua, apakah anda tahu sebabnya? Kenapa ayah saya berlaku sedemikian sadis? Sebabnya, karena ayah calon istri saya itu tukang cukur....tukang cukur, ya... sekali lagi tukang cukur! Saya katakan dengan bangga. Karena, meski hanya tukang cukur, dia seorang lelaki sejati. Seorang pekerja keras yang telah menunaikan kewajibannya dengan baik kepada keluarganya. Dia telah mengukir satu prestasi yang tak banyak dilakukan para bangsawan "Pasha".

Lewat tangannya ia lahirkan tiga dokter, seorang insinyur dan seorang letnan, meskipun dia sama sekali tidak mengecap bangku pendidikan. Ibu, saudara dan semua keluarga berpihak kepada ayah. Saya berdiri sendiri, tidak ada yang membela. Pada saat yang sama adik saya membawa pacarnya yang telah hamil 2 bulan ke rumah. Minta direstui. Ayah ibu langsung merestui dan menyiapkan biaya pesta pernikahannya sebesar 500 ribu ponds. Saya protes kepada mereka, kenapa ada perlakuan tidak adil seperti ini? Kenapa saya yang ingin bercinta di jalan yang lurus tidak direstui, sedangkan adik saya yang jelas-jelas telah berzina, bergonta-ganti pacar dan akhirnya menghamili pacarnya yang entah yang ke berapa di luar akad nikah malah direstui dan diberi fasilitas maha besar? Dengan enteng ayah menjawab. "Karena kamu memilih pasangan hidup dari strata yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga, sedangkan pacar adik kamu yang hamil itu anak menteri, dia akan menaikkan martabat keluarga besar Al Ganzouri."

Hadirin semua, semakin perih luka dalam hati saya. Kalau dia bukan ayah saya, tentu sudah saya maki habis-habisan. Mungkin itulah tanda kiamat sudah dekat, yang ingin hidup bersih dengan menikah dihalangi, namun yang jelas berzina justru difasilitasi. Dengan menyebut asma Allah, saya putuskan untuk membela cinta dan hidup saya. Saya ingin buktikan pada siapa saja, bahwa cara dan pasangan bercinta pilihan saya adalah benar. Saya tidak ingin apa-apa selain menikah dan hidup baik-baik sesuai dengan tuntunan suci yang saya yakini kebenarannya. Itu saja.

Saya bawa kaki ini melangkah ke rumah kasih dan saya temui ayahnya. Dengan penuh kejujuran saya jelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dengan harapan beliau berlaku bijak merestui rencana saya. Namun, la haula wala quwwata illa billah, saya dikejutkan oleh sikap beliau setelah mengetahui penolakan keluarga saya. Beliaupun menolak mentah-mentah untuk mengawinkan putrinya dengan saya. Ternyata beliau menjawabnya dengan reaksi lebih keras, beliau tidak menganggapnya sebagai anak jika tetap nekad menikah dengan saya.

Kami berdua bingung, jiwa kami tersiksa. Keluarga saya menolak pernikahan ini terjadi karena alasan status sosial , sedangkan keluarga dia menolak karena alasan membela kehormatan. Berhari-hari saya dan dia hidup berlinang air mata, beratap dan bertanya kenapa orang-orang itu tidak memiliki kesejukan cinta? Setelah berpikir panjang, akhirnya saya putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini. Suatu hari saya ajak gadis yang saya cintai itu ke kantor ma'dzun syari (petugas pencatat nikah) disertai 3 orang sahabat karibku. Kami berikan identitas kami dan kami minta ma'dzun untuk melaksanakan akad nikah kami secara syari'ah mengikuti mahzab imam Hanafi. Ketika Ma'dzun menuntun saya, "Mamduh, ucapkanlah kalimat ini: Saya terima nikah kamu sesuai dengan sunatullah wa rasulih dan dengan mahar yang kita sepakati bersama serta dengan memakai mahzab Imam Abu Hanifah."

Seketika itu bercucuranlah air mata saya, air mata dia dan air mata 3 sahabat saya yang tahu persis detail perjalanan menuju akad nikah itu. Kami keluar dari kantor itu resmi menjadi suami-isteri yang sah di mata Allah SWT dan manusia. Saya bisikkan ke istri saya agar menyiapkan kesabaran lebih, sebab rasanya penderitaan ini belum berakhir. Seperti yang saya duga, penderitaan itu belum berakhir, akad nikah kami membuat murka keluarga. Prahara kehidupan menanti di depan mata.

Begitu mencium pernikahan kami, saya diusir oleh ayah dari rumah. Mobil dan segala fasilitas yang ada disita. Saya pergi dari rumah tanpa membawa apa-apa. Kecuali tas kumal berisi beberapa potong pakaian dan uang sebanyak 4 pound saja! Itulah sisa uang yang saya miliki sehabis membayar ongkos akad nikah di kantor ma'dzun. Begitu pula dengan istriku, ia pun diusir oleh keluarganya. Lebih tragis lagi ia hanya membawa tas kecil berisi pakaian dan uang sebanyak 2 pound, tak lebih! Total kami hanya pegang uang 6 pound atau 2 dolar!!!

Ah, apa yang bisa kami lakukan dengan uang 6 pound? Kami berdua bertemu di jalan layaknya gelandangan. Saat itu adalah bulan Februari, tepat pada puncak musim dingin. Kami menggigil, rasa cemas, takut, sedih dan sengsara campur aduk menjadi satu. Hanya saja saat mata kami yang berkaca-kaca bertatapan penuh cinta dan jiwa menyatu dalam dekapan kasih sayang , rasa berdaya dan hidup menjalari sukma kami. "Habibi, maafkan kanda yang membawamu ke jurang kesengsaraan seperti ini. Maafkan Kanda!" "Tidak... Kanda tidak salah, langkah yang kanda tempuh benar. Kita telah berpikir benar dan bercinta dengan benar. Merekalah yang tidak bisa menghargai kebenaran. Mereka masih diselimuti cara berpikir anak kecil. Suatu ketika mereka akan tahu bahwa kita benar dan tindakan mereka salah. Saya tidak menyesal dengan langkah yang kita tempuh ini.

Percayalah, insya Allah, saya akan setia mendampingi kanda, selama kanda tetap setia membawa dinda ke jalan yang lurus. Kita akan buktikan kepada mereka bahwa kita bisa hidup dan jaya dengan keyakinan cinta kita. Suatu ketika saat kita gapai kejayaan itu kita ulurkan tangan kita dan kita berikan senyum kita pada mereka dan mereka akan menangis haru. Air mata mereka akan mengalir deras seperti derasnya air mata derita kita saat ini," jawab isteri saya dengan terisak dalam pelukan. Kata-katanya memberikan sugesti luar biasa pada diri saya. Lahirlah rasa optimisme untuk hidup. Rasa takut dan cemas itu sirna seketika. Apalagi teringat bahwa satu bulan lagi kami akan diangkat menjadi dokter. Dan sebagai lulusan terbaik masing-masing dari kami akan menerima penghargaan dan uang sebanyak 40 pound.

Malam semakin melarut dan hawa dingin semakin menggigit. Kami duduk di emperan toko berdua sebagai gembel yang tidak punya apa-apa. Dalam kebekuan, otak kami terus berputar mencari jalan keluar. Tidak mungkin kami tidur di emperan toko itu. Jalan keluar pun datang juga. Dengan sisa uang 6 pound itu kami masih bisa meminjam sebuah toko selama 24 jam. Saya berhasil menghubungi seorang teman yang memberi pinjaman sebanyak 50 pound. Ia bahkan mengantarkan kami mencarikan losmen ala kadarnya yang murah. Saat kami berteduh dalam kamar sederhana, segera kami disadarkan kembali bahwa kami berada di lembah kehidupan yang susah, kami harus mengarunginya berdua dan tidak ada yang menolong kecuali cinta, kasih sayang dan perjuangan keras kami berdua serta rahmat Allah SWT.

Kami hidup dalam losmen itu beberapa hari, sampai teman kami berhasil menemukan rumah kontrakan sederhana di daerah kumuh Syubra Khaimah. Bagi kaum aristokrat, rumah kontrakan kami mungkin dipandang sepantasnya adalah untuk kandang binatang kesayangan mereka. Bahkan rumah binatang kesayangan mereka mungkin lebih bagus dari rumah kontrakan kami. Namun bagi kami adalah hadiah dari langit. Apapun bentuk rumah itu, jika seorang gelandangan tanpa rumah menemukan tempat berteduh ia bagai mendapat hadiah agung dari langit. Kebetulan yang punya rumah sedang membutuhkan uang, sehingga dia menerima akad sewa tanpa uang jaminan dan uang administrasi lainnya. Jadi sewanya tak lebih dari 25 pound saja untuk 3 bulan.

Betapa bahagianya kami saat itu, segera kami pindah kesana. Lalu kami pergi membeli perkakas rumah untuk pertama kalinya. Tak lebih dari sebuah kasur kasar dari kapas, dua bantal, satu meja kayu kecil, dua kursi dan satu kompor gas sederhana sekali, kipas dan dua cangkir dari tanah, itu saja... tak lebih. Dalam hidup bersahaja dan belum dikatakan layak itu, kami merasa tetap bahagia, karena kami selalu bersama. Adakah di dunia ini kebahagiaan melebihi pertemuan dua orang yang diikat kuatnya cinta? Hidup bahagia adalah hidup dengan gairah cinta. Dan kenapakah orang-orang di dunia merindukan surga di akhirat? Karena di surga Allah menjanjikan cinta.

Ah, saya jadi teringat perkataan Ibnu Qayyim, bahwa nikmatnya persetubuhan cinta yang dirasa sepasang suami-isteri di dunia adalah untuk memberikan gambaran setetes nikmat yang disediakan oleh Allah di surga. Jika percintaan suami-isteri itu nikmat, maka surga jauh lebih nikmat dari semua itu. Nikmat cinta di surga tidak bisa dibayangkan. Yang paling nikmat adalah cinta yang diberikan oleh Allah kepada penghuni surga , saat Allah memperlihatkan wajah-Nya. Dan tidak semua penghuni surga berhak menikmati indahnya wajah Allah SWT. Untuk nikmat cinta itu, Allah menurunkan petunjuknya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Yang konsisten mengikuti petunjuk Allah-lah yang berhak memperoleh segala cinta di surga. Melalui penghayatan cinta ini, kami menemukan jalan-jalan lurus mendekatkan diri kepada-Nya.

Istri saya jadi rajin membaca Al-Qur'an, lalu memakai jilbab, dan tiada putus shalat malam. Di awal malam ia menjelma menjadi Rabi'ah Adawiyah yang larut dalam samudra munajat kepada Tuhan. Pada waktu siang ia adalah dokter yang penuh pengabdian dan belas kasihan. Ia memang wanita yang berkarakter dan berkepribadian kuat, ia bertekad untuk hidup berdua tanpa bantuan siapapun, kecuali Allah SWT. Dia juga seorang wanita yang pandai mengatur keuangan. Uang sewa sebanyak 25 pound yang tersisa setelah membayar sewa rumah cukup untuk makan dan transportasi selama sebulan.

Tetanggga-tetangga kami yang sederhana sangat mencintai kami, dan kamipun mencintai mereka. Mereka merasa kasihan melihat kemelaratan dan derita hidup kami, padahal kami berdua adalah dokter. Sampai-sampai ada yang bilang tanpa disengaja,"Ah, kami kira para dokter itu pasti kaya semua, ternyata ada juga yang melarat sengsara seperti Mamduh dan isterinya." Akrabnya pergaulan kami dengan para tetangga banyak mengurangi nestapa kami. Beberapa kali tetangga kami menawarkan bantuan-bantuan kecil layaknya saudara sendiri. Ada yang menawarkan kepada isteri agar menitipkan saja cuciannya pada mesin cuci mereka karena kami memang dokter yang sibuk. Ada yang membelikan kebutuhan dokter. Ada yang membantu membersihkan rumah. Saya sangat terkesan dengan pertolongan- pertolongan mereka. Kehangatan tetangga itu seolah-olah pengganti kasarnya perlakuan yang kami terima dari keluarga kami sendiri. Keluarga kami bahkan tidak terpanggil sama sekali untuk mencari dan mengunjungi kami. Yang lebih menyakitkan mereka tidak membiarkan kami hidup tenang.

Suatu malam, ketika kami sedang tidur pulas, tiba-tiba rumah kami digedor dan didobrak oleh 4 bajingan kiriman ayah saya. Mereka merusak segala perkakas yang ada. Meja kayu satu-satunya, mereka patah-patahkan, begitu juga dengan kursi. Kasur tempat kami tidur satu-satunya mereka robek-robek. Mereka mengancam dan memaki kami dengan kata-kata kasar. Lalu mereka keluar dengan ancaman, "Kalian tak akan hidup tenang, karena berani menentang Tuan Pasha."

Yang mereka maksudkan dengan Tuan "Pasha" adalah ayah saya yang kala itu pangkatnya naik menjadi jendral. Ke-empat bajingan itu pergi. Kami berdua berpelukan, menangis bareng berbagi nestapa dan membangun kekuatan. Lalu kami tata kembali rumah yang hancur. Kami kumpulkan lagi kapas-kapas yang berserakan, kami masukan lagi ke dalam kasur dan kami jahit kasur yang sobek-sobek tak karuan itu. Kami tata lagi buku-buku yang berantakan. Meja dan kursi yang rusak itu berusaha kami perbaiki. Lalu kami tertidur kecapaian dengan tangan erat bergenggaman, seolah eratnya genggaman inilah sumber rasa aman dan kebahagiaan yang meringankan intimidasi hidup ini.

Benar, firasat saya mengatakan ayah tidak akan membiarkan kami hidup tenang. Saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa ayah telah merancang skenario keji untuk memenjarakan isteri saya dengan tuduhan wanita tuna susila. Semua orang juga tahu kuatnya intelijen militer di negeri ini. Mereka berhak melaksanakan apa saja dan undang-undang berada di telapak kaki mereka. Saya hanya bisa pasrah total kepada Allah mendengar hal itu. Dan Masya Allah! Ayah telah merancang skenario itu dan tidak mengurungkan niat jahatnya itu, kecuali setelah seorang teman karibku berhasil memperdaya beliau dengan bersumpah akan berhasil membujuk saya agar menceraikan isteri saya. Dan meminta ayah untuk bersabar dan tidak menjalankan skenario itu , sebab kalau itu terjadi pasti pemberontakan saya akan menjadi lebih keras dan bisa berbuat lebih nekad. Tugas temanku itu adalah mengunjungi ayahku setiap pekan sambil meminta beliau sabar, sampai berhasil meyakinkan saya untuk mencerai isteriku. Inilah skenario temanku itu untuk terus mengulur waktu, sampai ayah turun marahnya dan melupakan rencana kejamnya. Sementara saya bisa mempersiapkan segala sesuatu lebih matang.

Beberapa bulan setelah itu datanglah saat wajib militer. Selama satu tahun penuh saya menjalani wajib militer. Inilah masa yang saya takutkan, tidak ada pemasukan sama sekali yang saya terima kecuali 6 pound setiap bulan. Dan saya mesti berpisah dengan belahan jiwa yang sangat saya cintai. Nyaris selama 1 tahun saya tidak bisa tidur karena memikirkan keselamatan isteri tercinta. Tetapi Allah tidak melupakan kami, Dialah yang menjaga keselamatan hamba-hamba- Nya yang beriman. Isteri saya hidup selamat bahkan dia mendapatkan kesempatan magang di sebuah klinik kesehatan dekat rumah kami. Jadi selama satu tahun ini, dia hidup berkecukupan dengan rahmat Allah SWT.

Selesai wajib militer, saya langsung menumpahkan segenap rasa rindu kepada kekasih hati. Saat itu adalah musim semi. Musim cinta dan keindahan. Malam itu saya tatap matanya yang indah, wajahnya yang putih bersih. Ia tersenyum manis. Saya reguk segala cintanya. Saya teringat puisi seorang penyair Palestina yang memimpikan hidup bahagia dengan pendamping setia & lepas dari belenggu derita: Sambil menatap kaki langit Kukatakan kepadanya Di sana... di atas lautan pasir kita akan berbaring Dan tidur nyenyak sampai subuh tiba Bukan karna ketiadaan kata-kata Tapi karena kupu-kupu kelelahan Akan tidur di atas bibir kita Besok, oh cintaku... besok Kita akan bangun pagi sekali Dengan para pelaut dan perahu layar mereka Dan akan terbang bersama angin Seperti burung-burung

Yah... saya pun memimpikan demikian. Ingin rasanya istirahat dari nestapa dan derita. Saya utarakan mimpi itu kepada istri tercinta. Namun dia ternyata punya pandangan lain. Dia malah bersih keras untuk masuk program Magister bersama! "Gila... ide gila!!!" pikirku saat itu. Bagaimana tidak...ini adalah saat paling tepat untuk pergi meninggalkan Mesir dan mencari pekerjaan sebagai dokter di negara Teluk, demi menjauhi permusuhan keluarga yang tidak berperasaan. Tetapi istri saya tetap bersikukuh untuk meraih gelar Magister dan menjawab logika yang saya tolak: "Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan kita dan mendapat tawaran dari Fakultas sehingga akan mendapatkan keringanan biaya, kita harus sabar sebentar menahan derita untuk meraih keabadian cinta dalam kebahagiaan. Kita sudah kepalang basah menderita, kenapa tidak sekalian kita rengguk sum-sum penderitaan ini. Kita sempurnakan prestasi akademis kita, dan kita wujudkan mimpi indah kita."

Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau ketakutan sama sekali. Berhadapan dengan tekad baja istriku, hatiku pun luluh. Kupenuhi ajakannya dengan perasaan takjub akan kesabaran dan kekuatan jiwanya. Jadilah kami berdua masuk Program Magister. Dan mulailah kami memasuki hidup baru yang lebih menderita. Pemasukan pas-pasan, sementara kebutuhan kuliah luar biasa banyaknya, dana untuk praktek, buku, dll. Nyaris kami hidup laksana kaum Sufi, makan hanya dengan roti dan air. Hari-hari yang kami lalui lebih berat dari hari-hari awal pernikahan kami. Malam hari kami lalui bersama dengan perut kosong, teman setia kami adalah air keran.

Masih terekam dalam memori saya, bagaimana kami belajar bersama dalam suatu malam sampai didera rasa lapar yang tak terperikan, kami obati dengan air. Yang terjadi malah kami muntah-muntah. Terpaksa uang untuk beli buku kami ambil untuk pengganjal perut.

Siang hari, jangan tanya... kami terpaksa puasa. Dari keterpaksaan itu, terjelmalah kebiasaan dan keikhlasan. Meski demikian melaratnya, kami merasa bahagia. Kami tidak pernah menyesal atau mengeluh sedikitpun. Tidak pernah saya melihat istri saya mengeluh, menagis dan sedih ataupun marah karena suatu sebab. Kalaupun dia menangis, itu bukan karena menyesali nasibnya, tetapi dia malah lebih kasihan kepada saya. Dia kasihan melihat keadaan saya yang asalnya terbiasa hidup mewah, tiba-tiba harus hidup sengsara layaknya gelandangan. Sebaliknya, sayapun merasa kasihan melihat keadaannya, dia yang asalnya hidup nyaman dengan keluarganya, harus hidup menderita di rumah kontrakan yang kumuh dan makan ala kadarnya.

Timbal balik perasaan ini ternyata menciptakan suasana mawaddah yang luar biasa kuatnya dalam diri kami. Saya tidak bisa lagi melukiskan rasa sayang, hormat, dan cinta yang mendalam padanya. Setiap kali saya angkat kepala dari buku, yang tampak di depan saya adalah wajah istri saya yang lagi serius belajar. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Saya kagum pada bidadari saya ini. Merasa diperhatikan, dia akan mengangkat pandangannya dari buku dan menatap saya penuh cinta dengan senyumnya yang khas. Jika sudah demikian, penderitaan terlupakan semua. Rasanya kamilah orang yang paling berbahagia di dunia ini. "Allah menyertai orang-orang yang sabar, sayang..." bisiknya mesra sambil tersenyum. Lalu kami teruskan belajar dengan semangat membara.

Allah Maha Penyayang, usaha kami tidak sia-sia. Kami berdua meraih gelar Magister dengan waktu tercepat di Mesir. Hanya 2 tahun saja! Namun, kami belum keluar dari derita. Setelah meraih gelar Magister pun kami masih hidup susah, tidur di atas kasur tipis dan tidak ada istilah makan enak dalam hidup kami. Sampai akhirnya rahmat Allah datang juga. Setelah usaha keras, kami berhasil meneken kontrak kerja di sebuah rumah sakit di Kuwait. Dan untuk pertama kalinya, setelah 5 tahun berselimut derita dan duka, kami mengenal hidup layak dan tenang. Kami hidup di rumah yang mewah, merasakan kembali tidur di kasur empuk dan kembali mengenal masakan lezat.

Dua tahun setelah itu, kami dapat membeli villa berlantai dua di Heliopolis, Kairo. Sebenarnya, saya rindu untuk kembali ke Mesir setelah memiliki rumah yang layak. Tetapi istriku memang 'edan'. Ia kembali mengeluarkan ide gila, yaitu ide untuk melanjutkan program Doktor Spesialis di London, juga dengan logika yang sulit saya tolak: "Kita dokter yang berprestasi. Hari-hari penuh derita telah kita lalui, dan kita kini memiliki uang yang cukup untuk mengambil gelar Doktor di London. Setelah bertahun-tahun hidup di lorong kumuh, tak ada salahnya kita raih sekalian jenjang akademis tertinggi sambil merasakan hidup di negara maju. Apalagi pihak rumah sakit telah menyediakan dana tambahan."

Kucium kening istriku, dan bismillah... kami berangkat ke London. Singkatnya, dengan rahmat Allah, kami berdua berhasil menggondol gelar Doktor dari London. Saya spesialis syaraf dan istri saya spesialis jantung. Setelah memperoleh gelar doktor spesialis, kami meneken kontrak kerja baru di Kuwait dengan gaji luar biasa besarnya. Bahkan saya diangkat sebagai direktur rumah sakit, dan istri saya sebagai wakilnya! Kami juga mengajar di Universitas.

Kami pun dikaruniai seorang putri yang cantik dan cerdas. Saya namai dia dengan nama istri terkasih, belahan jiwa yang menemaniku dalam suka dan duka, yang tiada henti mengilhamkan kebajikan. Lima tahun setelah itu, kami pindah kembali ke Kairo setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji di Tanah Haram. Kami kembali laksana raja dan permaisurinya yang pulang dari lawatan keliling dunia. Kini kami hidup bahagia, penuh cinta dan kedamaian setelah lebih dari 9 tahun hidup menderita, melarat dan sengsara.

Mengenang masa lalu, maka bertambahlah rasa syukur kami kepada Allah swt dan bertambahlan rasa cinta kami. Ini kisah nyata yang saya sampaikan sebagai nasehat hidup. Jika hadirin sekalian ingin tahu istri saleha yang saya cintai dan mencurahkan cintanya dengan tulus, tanpa pernah surut sejak pertemuan pertama sampai saat ini, di kala suka dan duka, maka lihatlah wanita berjilbab biru yang menunduk di barisan depan kaum ibu, tepat di sebelah kiri artis berjilbab Huda Sulthan. Dialah istri saya tercinta yang mengajarkan bahwa penderitaan bisa mengekalkan cinta. Dialah Prof Dr Shiddiqa binti Abdul Aziz..."

Tepuk tangan bergemuruh mengiringi gerak kamera video menyorot sosok perempuan separoh baya yang tampak anggun dengan jilbab biru. Perempuan itu tengah mengusap kucuran air matanya. Kamera juga merekam mata Huda Sulthan yang berkaca-kaca, lelehan air mata haru kedua mempelai, dan segenap hadirin yang menghayati cerita ini dengan seksama.

Sabtu, 24 Mei 2008

gerak hidup manusia menuju kebahagiaan

Artikel yang sangat bagus dari sebuah milis, semoga memberikan pencerahan kepada rekan-rekan sekalian yang mungkin terlalu sibuk sehingga melewatkan hal-hal kecil.


ini bukan tulisan saya,but i really really like tulisannya,so please do enjoy:



KALAU kita menyadari sejenak apa yang terjadi di
sekeliling, tentu akan merasakan sebuah aliran kekuatan
yang dahsyat dari pribadi-pribadi yang ada. Ada tukang
batu yang rela bekerja sampai malam mengerjakan galian
pipa, ada banyak sopir angkutan umum bersaing mengejar
setoran, ada banyak pejabat korupsi di sana sini dari
yang mulai jutaan sampai triliunan rupiah, ada konflik
di sana sini merebutkan kursi kepemimpinan sebuah
lembaga negara, ada orang yang mengejar hadiah jutaan
rupiah sebegitu rupa sehingga orang lain tidak diberi
kesempatan, dan masih banyak lagi peristiwa yang kita
alami setiap harinya.

Dalam wawancaranya dengan seorang psikiater anggota
American Board of Psychiatry and Neurology, Howard
Cutler, MD, pemimpin politik dan spiritual bangsa
Tibet, Dalai Lama keempat belas menyebut bahwa fenomena
atau gejala ini merupakan gerak hidup manusia menuju
kebahagiaan.

Gerak ini, menurut pemilik nama asli Tenzin Gyatso,
sudah dibaca dan dirumuskan sejak lama oleh para filsuf
sejak Aristoteles sampai Willliam James.. Mereka
berpendapat bahwa tujuan akhir keberadaan atau
eksistensi manusia di dunia ini adalah untuk mencari
kebahagiaan. Sayang, kecenderungan terbesar manusia
dari jaman ke jaman adalah mementingkan diri sendiri
serta mau menang sendiri dalam mencapai kebahagiaan
itu.

Padahal, menurut Dalai Lama, justru sebaliknya, orang
yang mementingkan diri sendiri, menjauhkan diri dari
pergaulan, selalu cemas, iri dan membenci orang lain
adalah orang yang tidak bahagia.

"Orang yang bahagia umumnya lebih mudah bergaul, luwes,
kreatif, penyayang, pemaaf, murah hati, selalu bersedia
mengulurkan bantuan untuk orang lain dan tidak
sombong," ujar Dalai Lama.

Cenderung Tamak

Banyak orang berpikir bahwa dengan memiliki jabatan
tinggi, kursi kepemimpinan di sebuah lembaga tinggi,
pendidikan tinggi, uang yang banyak dan segala macam
kepuasan lain adalah faktor-faktor yang bisa
membahagiakan.

Dalai Lama menyebutkan, kekayaan, kepuasaan atas
jabatan tertentu atau kemuliaan, kesehatan,
persahabatan, kepuasaan akan pengetahuan, pencerahan
atas sebuah pandangan spiritual tertentu bisa jadi
menyebabkan kita bahagia.

Namun, menurut Sr. Seraphine OSF, itu bukan bentuk
kebahagiaan sejati. "Kebahagiaan sejati terletak di
dalam diri kita sendiri," ujar Pemimpin Wisma Samadi
Emaus, Jakarta.

Keinginan kita untuk mengejar segala sesuatu semisal
uang, barang-barang tertentu, jabatan, pesahabatan,
penampilan yang seksi, dan lain-lain selalu tidak akan
habis.

Ketika keinginan yang satu terpenuhi, keinginan yang
lain akan muncul. Begitu seterusnya. Kalaupun terpenuhi
semua keinginan itu, menurut Seraphine itu hanya akan
membawa ke kebahagiaan yang semu. "Karena hanya
berlangsung sementara. Sesudah semuanya dipeluk,
dimiliki, lantas mau apa? Kosong hati ini rasanya,"
ujarnya membagi pengalaman.

Bahwa manusia selalu memiliki keinginan, bagi teolog
lulusan University of Poona India, Alexander
Dirjosusanto itu dianggapnya wajar. Sayangnya,
kecenderungan umum dari kita adalah selalu tidak puas
dengan apa yang sudah kita capai. Manusia cenderung
tamak.

"Orang sering kali merasa gelisah pada apa yang
semestinya tidak perlu digelisahkan, " jelasnya. Mungkin
seseorang sudah cukup hanya dengan menggunakan telepon
genggam seharga 300 ribu. Tapi, karena gengsi atau
hanya sekedar ingin, lalu membeli yang harganya tiga
juta rupiah.

Begitu tamaknya manusia, ada sebuah sindiran yang
begitu tajam berbunyi 'Biarpun seluruh dunia menjadi
miliknya, manusia akan meminta yang lebih lagi. Bahkan
seluruh jagat raya ini'.

Bersyukur Lebih Awet

"Satu-satunya obat untuk menjauhi sifat tamak adalah
sikap untuk selalu bersyukur," ungkap Dalai Lama kepada
Howard. Langkah ini sangat efektif karena pada dasarnya
hal-hal material tidak bisa dijadikan ukuran
kebahagiaan seseorang. Tidak ada jaminan bahwa kekayaan
saja dapat memberi Anda kebahagiaan atau kepuasaan yang
Anda cari.

"Apalagi, perasaan puas kita sangat dipengaruhi oleh
kecenderungan untuk melakukan pembandingan, " ujar
Tenzin. Setiap kali, kita cenderung melihat dan merasa
orang lain lebih beruntung dari diri kita. Padahal kita
pun sebenarnya beruntung.

Ketika melihat tetangga mendapat hadiah jutaan rupiah,
kita lalu berupaya supaya mendapat hadiah yang sama.
Saat orang lain punya telepon genggam, kita berupaya
mendapatkannya. Memang kepuasaan akan terasa. Namun
hanya sebentar. Kalau tidak mendapat, kekecewaan dan
frustasi yang didapat. Kita menganggap Tuhan tidak adil
dan sebagainya.

"Maka, kalau kita hendak membandingkan diri dengan
orang lain, bandingkanlah dengan mereka yang kurang
beruntung dan merenungkan semua yang kita miliki,"
jelas Alex.

Dalai Lama cerita kepada Howard tentang sejumlah
penelitian. Dalam sebuah studi di Universitas of
Wisconsin, Milwaukee, AS, sejumlah wanita diminta
melihat gambar-gambar kondisi hidup yang sangat buruk
di Milwaukee di sekitar abad ke-20.

Mereka juga diminta membayangkan dan menulis
tragedy-tragedi pribadi seperti terbakar, cacat seumur
hidup. Sesudah menyelesaikan latihan, para wanita ini
diminta menilai mutu hidup mereka sendiri. Latihan ini
menghasilkan suatu peningkatan rasa puas atas hidup
mereka masing-masing.

Sebuah eksperimen lain di State University of New York,
Buffalo, para subyek diminta menyelesaikan kalimat
"Saya bersyukur karena saya bukan?" Sehabis lima kali
mengulang latihan ini, para subyek menyatakan mengalami
peningkatan nyata dalam rasa puas mereka terhadap
hidup.

Kelompok subyek lain diminta menyelesaikan kalimat
"Andaikata saya menjadi?" Kali ini eksperimen ini
menyebabkan para subyek merasa kurang puas dengan hidup
masing-masing.

Penelitian-peneliti an ini menurut Dalai Lama dilakukan
untuk menunjukkan bahwa tingkat kepuasaan seseorang
terhadap hidupnya dapat ditingkatkan hanya dengan
mengubah perspektif atau sudut pandang orang. "Dalam
hal ini sikap mental kita menjadi penentu utama apakah
kita mau bahagia atau tidak," ujar sang biku.

Baik Alex maupun sang biku menyebut bahwa kebahagiaan
ditentukan oleh pikiran seseorang sendiri ketimbang
oleh peristiwa-peristiwa luar dan hal-hal material.

Saya bisa bahagia karena dalam diri saya punya persepsi
keadaan sekarang ini sudah membahagiakan saya. Bukan
saya bahagia bila sudah punya ini atau itu, kalau tidak
punya saya tidak bahagia. Menurut Alex, semua hal yang
kita miliki entah itu kekayaan, kesehatan,
persahabatan, jabatan tidak akan memberi dampak yang
membahagiakan yang berkepanjangan tanpa sikap mental
yang benar. "Paling hanya memberi rasa senang sesaat,"
ujar Pastor asal Promasan, Yogyakarta ini.

Sebagai contoh, jika Anda menyimpan kebencian atau
kemarahan yang mendalam, pikiran tersebut akan merusak
kesehatan Anda. Dengan demikian merusak salah satu
prasyarat kebahagiaan. Begitu pula jika Anda tidak
bahagia dan bawaannya hanya kesal saja, kesehatan tubuh
tidak banyak artinya.

Sebaliknya, Jika Anda dapat mempertahankan pikiran yang
tenang, damai, tenteram, Anda dapat menjadi orang yang
sangat bahagia meskipun kesehatan Anda buruk.

Alex menegaskan, makin tinggi tingkat ketenangan
pikiran kita, makin besar kedamaian yang kita rasakan,
makin besar kemampuan kita menikmati hidup yang bahagia
dan menyenangkan.

Dalai Lama menambahkan, " Selama Anda tidak pernah
menjalani disiplin batin yang bisa mendatangkan
kedamaian pikiran, tidak peduli kelimpahan materi atau
kondisi yang Anda miliki, semua itu tidak akan pernah
memberi Anda rasa sukacita dan bahagia yang Anda
dambakan. Sebaliknya, bila Anda memiliki batin yang
terpuaskan, pikiran yang tenteram dan kemantapan sampai
batas tertentu, bahkan jika Anda memiliki bermacam
kelengkapan lain yang biasanya menjadi prasyarat
kebahagiaan, Anda masih mungkin menjalani hidup bahagia
dan menyenangkan, ".

Ngapain Ngoyo?

Dalai Lama mengatakan bahwa apakah kita bahagia atau
tidak tegantung persepsi kita atas hidup yang kita
jalani. Kalau kita mau bersyukur dan puas atas apa yang
kita kerjakan dan kita peroleh, dengan sendirinya sikap
itu akan membahagiaan kita. Dengan kata lain,
sebenarnya kebahagiaan dapat dicapai lewat latihan
mental.

bahwa upaya untuk mencapai hal-hal yang kita inginkan
itu sebagai sesuatu yang tidak baik. "Bahwa kita
bekerja supaya bisa membeli rumah, pakaian dan
kebutuhan lain itu adalah normal. Yang tidak normal
adalah bila kita terobsesi dan begitu ambisius seolah
hidup hanya untuk memenuhi seluruh keinginan itu," ujar
pemenang hadiah Nobel perdamaian tahun 1989 ini.

Alex menyebutkan, bahwa istilah Jawa sakmadyo
(secukupnya) adalah kata tepat untuk itu. Bila kita
sudah cukup terbantu dengan memiliki mobil kijang,
kenapa lagi harus membeli Mercedes. Secukupnya ini
akhirnya akan membawa kita pada sikap bersahaja. Kita
berupaya karena memang hal itu perlu diupayakan. Sejauh
mana perlu, itu harus ditelusuri dari motivasi kita.

Saya mau beli mobil Honda atau Mercedes. Secara
fungsional Honda pun cukup, tapi ternyata gengsiku
mengatakan aku perlu Merci. Nah, mana yang lebih
penting buat Anda, fungsi atau gengsi Anda?

Selain memenuhinya dengan tidak ngoyo (jawa= ambisius)
atas apa saja yang kita inginkan, Dalai Lama menyebut
bahwa teknik untuk bisa berbahagia adalah dengan
menghargai apa yang sudah kita miliki sekarang.

Alex menambahkan, sikap seperti ini bisa kita lihat
dalam kebiasaan orang Jawa. Dalam suatu kecelakaan ada
yang mengatakan "Untung, telinga saya saja yang lecet?"
atau "Untung hanya kaki saya yang buntung, coba kalau
??"

Berpikir optimis semacam merupakan sikap bahwa kita
bisa menghargai keadaan yang sudah kita terima.
Penghargaan ini pada akhirnya memunculkan sikap syukur,
terima kasih, bahwa kita masih beruntung.

Perlu Kebebasan Batin

Menurut Sr. Seraphine, untuk mendapat kebahagiaan, kita
perlu mengatur waktu (time manajemen). Dari 24 jam
hidup kita sehari, seberapakah waktu kita luangkan
untuk diri sendiri, keluarga, profesi, dan kegiatan
social?

Kita perlu mengatur agar semuanya mendapat bagian
secara proporsional. Perhatian pada proporsi yang tepat
dan seimbang menandakan bahwa kita sendiri sadar, hidup
ini tidak hanya untuk mengejar satu hal, uang misalnya.

Kalau semua mendapat bagian, kita akan berbahagia. Dari
sela-sela waktu itu, akan baik sekali bila kita selalu
terhubung dengan Tuhan dengan doa dalam hati. "Mungkin
di saat mengetik, kita ucapkan sebaris doa Tuhan,
kasihanilah kami atau yang lain dan itu bisa kita
lakukan selama 24 jam waktu kita" ujar biarawati
Katolik ini.

Sikap seperti ini akan membantu kita menyadari betapa
seluruh upaya yang kita kerjakan sepanjang hari
bukanlah semata usaha kita sendiri, melainkan berkat
bantuan Tuhan juga.

Mereka yang muslim pun bisa melakukannya dengan model
zikir dalam hati menyebut salah satu asma Allah. la
ilaha illa Allah (tiada Tuhan selain Allah) atau Allah
Hu (Dialah Yang).

Dengan begitu, setiap kali kita mengalami peristiwa
entah itu menyenangkan atau tidak, rasa syukur akan
selalu muncul. "Batin kita pun akan merasa bebas karena
tidak lekat terhadap hal tertentu," jelas wanita usia
75 tahun ini.

Kelekatan terhadap barang duniawi seperti uang,
jabatan, pujian, dan sebagainya sering membuat kita
tidak tenteram. Hidup terasa melelahkan karena seluruh
daya upaya diforsir untuk mencapai semua itu. Tanda
lekat berlebihan terhadap hal-hal itu adalah bila tidak
tercapai, kita akan kecewa, sedih, frustasi
berkepanjangan.

hits